0



Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, memberi keterangan mengenai Perppu soal kekerasan seksual terhadap anak.


Sisi Hidup, Jakarta -Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual sekaligus menjatuhkan hukuman yang berat terhadap pelaku.
Usai rapat terbatas yang digelar di kompleks Istana Merdeka, pada Rabu (11/05), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan ada dua jenis hukuman di dalam Perppu, yakni hukuman pokok dan hukuman tambahan.
Hukuman pokok, menurutnya, berwujud penambahan masa maksimal hukuman penjara selama 20 tahun. Saat ini, dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak ialah hukuman penjara selama 15 tahun.
Setelah hukuman pokok, terdapat hukuman tambahan berupa kebiri, pemasangan chip, dan publikasi identitas pelaku. Kebiri kimia, yang bertujuan memusnahkan hasrat seksual terhadap seseorang secara fisik atau kimia, kata Yasonna, bisa diberikan kepada pelaku pada waktu dia di dalam penjara atau sebelum keluar penjara.


Presiden Joko Widodo mengatakan kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia telah masuk kategori kejahatan luar biasa.

Pelaku juga bisa dipasangi chip elektronik di pergelangan kaki sebelum keluar penjara untuk memantau pergerakannya.
“Ada hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hakimlah yang melihat perlukah hukuman tambahan ini, tidak wajib. Kalau hakim melihat orang ini paedofil, potensial paedofil, ya kasih hukuman tambahan,” kata Yasonna.

Penanganan luar biasa

Ketika ditanya kapan hukuman tersebut mulai berlaku, Yassona mengatakan Perppu masih harus disusun dan kemudian dikirim ke DPR untuk disetujui.
“Kita harapkan akan dibahas pada masa sidang mendatang. Sebelum masa sidang ini, kita harapkan Perppu sudah keluar. Dibuat Perppu supaya segera, kalau undang-undang lama lagi nanti perdebatannnya,” kata Yasonna.
Penerbitan Perppu diatur pada Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia telah masuk kategori kejahatan luar biasa.
Karena itu, menurutnya, penanganan aparat penegak hukum atas perkara-perkara semacam itu juga harus luar biasa.
Hal ini diucapkan presiden menyusul terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap seorang siswi SMP di Bengkulu yang meninggal dunia.
Next
This is the most recent post.
Previous
Older Post

Post a Comment

 
Top