0
Sisi Hidup - Pernyataan agus yang menyeret Margreit ke dalam kasus menimbulkan dugaan-dugaan baru yang menyudutkan motif pembunuhan itu karena masalah pembagian hak waris.
Dari issue yang beredar, dikatakan bahwa dengan meninggalnya Angeline maka hak warisnya akan jatuh pada Margreit ibu angkatnya.

Karangan bunga untuk Angeline
Karangan bunga untuk Angeline
Kenyataan tersebut memunculkan dugaan bahwa kemungkinan itulah tujuan dan motif dilakukannya pembunuhan atas Angeline. Dugaan tersebut diperkuat oleh pernyataan agus beberapa hari lalu yang mengaku dijajnjikan uang 2 Milyar seusai melakukan pembunuhan.

Menyikapi issue baru yang terkait dengan akta dan ahli waris, akhirnya Anneke angkat bicara. Anneke Wibowo SH yang memiliki kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di jalan Teuku Umar 174 D (d/h 88 D), Denpasar, Bali itu menjelaskan terkait pembuatan akta pengankatan anak atas Angeline.

(Baca juga: Misteri Motif Pembunuhan Angeline Mulai Terkuak )

Aneke menjelaskan bahwa pernyataan Angeline mendapatkan bagian harta dari ayah angkatnya itu tidak benar. Karena hal itu tidak tertera dalam akta yang dibuatnya tahun 2007 lalu.

“Saya buka kembali file aktanya tidak ada tercantum nama bule dan katanya ada point yang menerangkan hak waris dari si bule. Saya buka tidak ada bulenya dan dari mana bisa ada ahli waris dari si bule. Bulenya saja saya tidak pernah lihat dan saya tidak pernah buat surat wasiat,” jelasnya.

Bahkan menurutnya akta yang ia buat itu bukanlah akta adopsi melainkan akta pengakuan anak.

”Saya tidak membuat tentang pengangkatan anak. Ini tidak diperbolehkan, akta ini hanya kesepakatan awal. Makanya judul Aktanya Pengakuan Pengangkatan Anak. Itu bukan adopsi,” terangnya.

“Yang minta untuk bikin kesepakatan hitam di atas putih itu Ibu Margareit, mungkin saja dia takut nanti terjadi pengingkaran kesepakatan. Kalau tidak salah kedua belah pihak sempat dua kali bolak balik ke sini, karena saya bilang tidak bisa membuatkan pengangkatan anak. Terus akhirnya minta tolong ada semacam kesepakatan hitam diatas putih saja, kalau mau adopsi itu harus di pengadilan,” tambahnya.

Selanjutnya jika hendak dijadikan sebagai akta adopsi harus melalui proses persidangan, dan langkah tersebut yang tidak dilanjutkan oleh kedua belah pihak.

“Akta saya bukan akta adopsi, ini akta pengakuan pengangkatan anak. Akta ini kesepakatan awal sebelum dilakukukan proses selanjutnya, tetapi proses selanjutnya itu yang tidak ditindaklanjuti oleh kedua belah pihak,” ujarnya.

Aneke juga menambahkan bahwa akta yang ia buat tersebut tidak pernah melarang orang tua kandung untuk menemuinya. Menurutnya akta tersebut hanya tidak memperbolehkan orang tua kandung mengungkap jati dirinya hingga anak tersebut dewasa. Hal tersebut semata-mata karena demi melindungi perkembangan psikologis anak.

“Tidak ada tercantum itu, dan tidak ada point yang menyatakan orangtua kandung tidak boleh bertemu, itu tidak ada. Tetapi ada tertulis tidak boleh demi kepentingan psikologis anak,” ujarnya.

“Untuk kepentingan psikologis pihak yang menyerahkan tidak boleh mengungkapkan jati diri sampai anak itu dewasa, berarti kalau anak sudah dewasa kan boleh. Dewasa menurut UU itu ada yakni 21 tahun, 18 tahun untuk UU tertentu. Jadi cuma hanya jati diri saja,” imbuhnya.

Post a Comment

 
Top